Dia dengan suka cita menapakkan kaki kecil gemuknya, tertatih-tatih, menuju satu titik: pintu pagar. Tangannya yang terulur, ditingkahi dengan celoteh riangnya membuatku tersenyum di balik tirai.
"Pupu! Pupu!" Mbak Yah mengikutinya dengan cemas, menjaga supaya badan limbungnya tidak terantuk lantai semen.
"Iya, Diana, pelan-pelan," kudengar dia menanggapi dan meminta anakku meredam eforianya.
"Pupu!! Di cana!" suara cadelnya terdengar lagi, seakan tidak peduli kekuatiran mbak Yah, pengasuhnya sejak bayi. Mbak Yah celingukan.
"Mana, kupu? Mbak cuma liat bel," dia mengerutkan kening, heran. Aku menghembuskan nafas panjang. Diana melakukannya lagi.
"Pupu, mbak Yayah! Mbil..mbill.." Mbak Yah makin bingung. Aku akhirnya keluar untuk mengatasi kebingungan itu.
"Diana," panggilku lembut. Dia menolehkan kepala berkucir duanya.
"Ma, pupu..," aku tersenyum melihat kilau di matanya. Mengagguk kecil.
"Iya sayang, kita ambil, yuk..," Diana semakin bersemangat.
"Mbill.mbill..," lalu kami memegang pagar seolah ada seekor kupu di sana, dan Diana amat senang. Mbak Yah membisu dan menatapku memohon penjelasan.
Sambil menggendong Diana masuk, aku berkata pelan.
"Diana kangen bapaknya. Dia selalu merasa kalau ada kupu di pagar, bapak akan pulang..,"
Anakku dan Kupu-kupu
Read previous post:
Read next post:
Be the first person to continue this post
cukup menarik dan sedikit lucu..heheh""~~bagus2..keep writing"^^
Chie sih meresapi aja. :)
chayo kak..
sama seperti komentar di bawah, cerita ini seharusnya bisa dikembangkan lagi agar terlihat lebih menarik,
ya,a
keep writing, ^^
Temanya cukup menarik cuma sayang kurang eksplorasi. Kalau cerita lebih dipanjangkan, misalnya ditambahkan deskripsi, sedikit kilas balik, kondisi si ibu dan anak, dll mungkin kalimat terakhir bisa lebih mengena sebagai ending :)
Terus menulis ya