Stay with me, baby stay with me
Tonight don’t leave me alone
Walk with me, come and walk with me
To the edge of all we’ve ever known
I can see you there with the city lights
Fourteenth floor, pale blue eyes
I can breathe you in
Two shadows standing by the bedroom door
No, I could not want you more than I did right then
As our heads leaned in
Aku mematikan radio yang sekarang sedang memutarkan lagu milik Parachute. Sebuah lagu romantis yang terdengar begitu pas saat hujan deras seperti sore hari di musim gugur saat ini. Tetesan hujan yang jatuh dari langit terdengar sayup-sayup dari luar apartemenku. Rasanya sore ini benar-benar begitu damai. Aku bisa saja berbaring di tempat tidurku, membaca novel romantis yang baru kubeli, sambil mendengar musik klasik Mozart. Tapi tidak! Kupikir aku tidak bisa melakukan semuanya itu. Tidak hari ini.
Aku menatap kalender yang tergantung dengan manis di dekat dapur. Sebuah lingkaran merah tergambar jelas pada tanggal hari ini. Sambil tersenyum, aku berjalan melewati kalender itu dan menuju ke kamarku. Hari ini tanggal 2 November.
Pantulan diriku tergambar jelas dari cermin di depanku. Seorang wanita berusia dua puluhan tahun menatap diriku. Seorang wanita yang tidak bisa berhenti tersenyum memandang balik pada diriku. Aku mengenakan baju terusan hitam yang manis saat ini. Sebetulnya, aku tidak pernah memuji diri sendiri, tapi saat ini aku tampak begitu cantik. Rambut cokelat tuaku yang bergelombang kubiarkan jatuh tergerai, menutupi bahuku. Mata hazel yang selalu kubanggakan tampak berkilat-kilat menatap cermin. Aku tidak mengenakan make up yang berlebihan, tapi rasanya begitu cocok buatku. Aku tampak begitu sempurna.
Jelas. Aku harus tampil sempurna hari ini. Ini adalah hari yang spesial buatku. Sebuah hari yang istimewa bagiku.
Setelah mematut diri untuk yang kesekian kalinya, aku beranjak berdiri, mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas tempat tidurku, lalu mengambil sebuah karangan bunga di dekat pintu apartemen. Aku sempat melirik tetesan air yang menuruni jendela apartemenku dengan lembut, sebelum mengambil payung, dan mengunci apartemenku. Tak lama kemudian, aku sudah berada di dalam sebuah mobil SUV hitam yang hangat dan meluncur menembus jalanan New York yang basah.
* * *
Well, I’m not sure what this is gonna be
But with my eyes closed all I see
is the skyline, through the window
The moon above you and the streets below
Hold my breath as you’re moving in
Taste your lips and feel your skin
When the time comes, baby don’t run
Just kiss me slowly
Titik-titik air hujan menimpa kepalaku saat aku keluar dari sebuah restoran bintang empat di pinggiran Manhattan sore ini. Aku tidak suka dengan band pengiring di restoran itu yang dari tadi menyanyikan lagu-lagu mellow. Aku tahu itu lagu milik Parachute, band favoritku, tapi rasanya aku tidak memiliki mood untuk mendengarkan mereka saat ini. Tapi kupikir bukan itu alasan kenapa aku meninggalkan restoran itu. Ada sesuatu hal yang kulupakan. Sesuatu yang penting. Dan itu ada hubungannya dengan restoran itu.
Perasaanku berkata bahwa hari ini adalah hari yang penting. Namun, entah kenapa otakku tidak bisa diajak kompromi untuk mengingatnya. Ayolah! Apa yang sudah aku lupakan? Arloji di tanganku menunjukkan pukul lima lewat lima belas menit. Hari ini tanggal 2 November. Ada apa dengan tanngal 2 November?
Sambil berjalan menyusuri trotoar, aku berusaha mengingat-ingat ada apa dengan tanggal 2 November. Apa hari ini ulang tahunku? Ulang tahun Dad? Aku bergumam sendiri. Untung tidak ada orang yang memerhatikan. Kebanyakan orang yang lewat di sekitarku tidak memerhatikan keadaan sekitar. Yah, aku tidak heran, sih. Hujan yang cukup deras sejak siang tadi, membuat orang-orang ingin segera sampai ke tempat tujuan mereka.
Ketika aku berusaha mengingat dengan keras, seorang gadis remaja yang baru keluar dari butik Prada di pusat Manhattan lewat di depanku. Ia berlindung di bawah payung hitam dan melangkah cepat-cepat. Rambutnya cokelat tua bergelombang menari mengikuti langkahnya yang cepat. Setelah ia masuk ke dalam mobil mewah yang terparkir di tepi jalan, otakku seperti tersetrum. Aku ingat sekarang.
Kate. Aku memiliki janji dengan Kate, pacarku.
Aku berlari di trotoar. Untunglah trotoar tidak sepadat biasanya sehingga dengan mudah aku bisa berlari di sana. Ya, aku memiliki janji dengan Kate di restoran yang kumasuki tadi pukul lima. Kenapa aku bisa lupa? Kenapa aku tadi justru keluar dari restoran itu? Dan kenapa aku bisa berjalan menuju ke pusat Manhattan secepat ini? Aku yakin Kate akan murka kepadaku.
Aku tidak peduli apa yang dipikirkan orang-orang saat melihat pria berusia 28 tahun berlari di trotoar saat hujan deras tanpa menggunakan payung. Mantelku yang basah terasa dingin menembus kulitku dan rambut pirangku menjadi terkulai lemas, sesuatu hal yang sangat jarang terjadi sebelumnya.
Begitu tiba di depan restoran, aku melihat sebuah mobil SUV hitam melaju dengan lambat di jalan raya yang sepi, tepat di depan restoran, terhenti akibat lampu merah di perempatan. Aku merasa tidak asing dengan mobil itu. Warna mobilnya yang hitam, plat nomornya yang selalu kuingat setiap kali mengambilnya dari valet. Itu mobil Kate! Pikiranku langsung tersambung. Kenapa dia melewati restoran ini? Kenapa dia tidak berhenti? Aku berteriak memanggil namanya, tapi kurasa ia tidak mendengarnya. Mobil itu melaju begitu saja ketika lampu berubah warna menjadi hijau.
Aku yakin Kate sudah marah kepadaku.
* * *
Stay with me, baby stay with me
Tonight don’t leave me alone
She shows me everything she used to know
Picture frames and country roads
When the days were long and the world was small
She stood by as it fell apart
Separate rooms and broken hearts
But I won’t be the one to let you go
Lagi-lagi radio memutarkan lagu Parachute lagi. Apa lagu ini menjadi juara di tangga lagu buat minggu ini, sih? Aku sedikit mengeluh, tapi aku tidak keberatan dengan lagu-lagu mereka. Lagipula, Parachute adalah band kesukaan Steve.
Steve. Aku jadi penasaran apakah dia mengingat janji hari ini. Kalaupun dia ingat, pasti dia salah waktu dan tempat. Orang gila-kerja macam Steve memang susah mengingat hal-hal trivial seperti waktu dan tempat kencan. Satu senyuman getir tersungging di bibirku.
Aku menoleh ke kiri sejenak sambil menunggu lampu lalu lintas berubah warna. Ah, sebuah restoran bintang empat, tempat aku dan Steve pertama kali—dan juga terakhir kalinya—berkencan. Ia baru datang sejam setelah waktu kencan yang telah ditentukan. Sambil menggulung lengan kemejanya yang basah, ia berulang kali meminta maaf yang membuatku geli. Aku masih ingat saat ia berusaha membujukku yang sedang pura-pura merajuk. Ia tampak begitu hot saat itu. Ia masih memakai kemeja kantornya, dasi birunya terikat longgar di lehernya, dan tas kantornya tergeletak di lantai restoran. Rambut pirangnya terkulai lemas karena basah. Ia tampak begitu imut saat itu. Ya Tuhan!
Steve benar-benar pria yang sempurna dan aku beruntung memilikinya. Ia memiliki segalanya. Wajah tampan, pekerjaan yang mapan, otak yang cerdas. Semuanya. Kecuali sifat pelupanya yang tidak bisa tertolong lagi, aku suka semua tentang Steve.
Sejujurnya, aku tidak mengharapkan Steve akan datang ke tempat janjian saat ini. Lagipula aku yang menentukan tempat janjiannya sendiri secara sepihak sehingga aku tak tahu Steve mendengar atau tidak. Aku bisa membayangkan ia sibuk dengan laptopnya ketika aku memberitahukan tempat janjian yang baru. Mungkin Steve menungguku di restoran bintang empat yang kulewati tadi.
Jalanan di pinggiran kota New York begitu sepi sekarang. Hanya ada satu-dua mobil yang menyalipku dari tadi. Mungkin hanya orang kurang waras yang mau keluar rumah di tengah-tengah hujan yang begitu deras seperti ini. Aku bukan orang yang waras, kalau begitu.
Aku memacu mobilku dengan cepat, tak merasa takut dengan hujan, dan melaju menuju ke luar kota New York, menuju ke sebuah bukit hijau yang dipenuhi dengan tiang-tiang batu. Benar-benar sebuah taman yang indah.
* * *
Don’t run away
And it’s hard to love again
When the only way it’s been, when the only love you knew
Just walked away
If it’s something that you want
Darling you don’t have to run
You don’t have to go
Just stay with me, baby stay with me
Seorang supir taksi baik hati yang memperbolehkanku menumpang menurunkanku tepat di sebuah bukit hijau yang dipenuhi dengan tiang batu bersama dengan seorang wanita paruh baya. Tepat saat aku hendak menarik dompet dari saku belakang celana panjangku, wanita itu sudah mengeluarkan uangnya dan memberikannya kepada si supir taksi. Sang supir langsung meluncur pergi begitu saja, mencipratkan sedikit genangan air ke celana panjangku. Ketika aku mengucapkan terima kasih, wanita itu langsung pergi begitu saja, tampaknya tidak mendengarkan. Aku sedikit menggerutu, tapi kemudian aku berbalik dan memandang bukit hijau di depanku.
Sebuah mobil SUV hitam terparkir di pelataran parkir dengan rapi. Mobil Kate. Kebetulankah? Kurasa iya. Sepertinya ia mengunjungi taman itu. Tanpa membuang waktuku, aku langsung masuk melewati semacam gapura yang terbuat dari marmer. Ada sebuah tulisan terukir di atasnya, tapi aku tidak bisa melihatnya dengan jelas. Suatu kata yang memiliki huruf awal C kurasa.
Untuk ukuran sebuah taman, tempat ini termasuk sangat sepi. Tapi kupikir itu hal yang wajar. Siapa, sih, yang mau hujan-hujanan di tengah taman? Aku berjalan di sebuah jalan setapak, di kanan-kirinya tumbuh rumput yang terpangkas rapi. Warnanya hijau pucat terkena pancaran kelabu dari awan mendung di atas.
Tiang-tiang batu itu yang mengganggu pikiranku. Bentuknya menyerupai salib dan terbuat dari batu marmer atau granit kurasa. Aku tidak bisa melihat dengan jelas. Bulu kudukku merinding. Ini bukan tempat yang akan kukunjungi saat hujan seperti ini. Ini sebuah pemakaman. Ini sebuah cemetery.
Apa yang Kate lakukan di tempat seperti ini? Saat pikiranku sibuk menduga-duga, aku melihat sesosok manusia tengah berjongkok kira-kira lima puluh meter jauhnya dari tempatku berdiri. Aku tidak bisa melihat dengan jelas. Ketika aku berjalan mendekatinya, sosok itu semakin jelas. Seorang wanita dengan terusan hitam berjongkok di hadapan sebuah tiang batu dari marmer. Salah satu tangannya memegang payung hitam. Rambut cokelat yang berombak tampak begitu serasi dengan warna kelabu langit. Itu Kate.
Kate memandang nisan di depannya dengan ekspresi sedih. Siapa yang meninggal? Setengah berlari, aku menghampiri dan menepuk bahunya. Ia mengabaikanku, tampak begitu larut dengan kesedihannya. Aku bisa melihat butiran-butiran air mata jatuh dari mata hazel-nya, yang secara ajaib selalu berubah warna bagai kaleidoskop. Aku penasaran siapa yang ia tangisi. Mataku terbelalak begitu melihat nama dalam batu nisan di depannya. Meski hujan begitu deras, aku bisa melihat dengan jelas nisan marmer itu seolah-olah ada seseorang yang menyorotinya dengan cahaya. Namaku.
R.I.P.
Steve Robert Michaelson
6 April 1983 – 2 November 2011
Begitu melihatnya, pikiranku berputar dengan cepat seakan-akan ada suatu kekuatan yang ajaib memutar video di dalam kepalaku. Ingatanku melayang menuju dua tahun yang lalu. Saat sebuah mobil menubrukku dengan keras, membuatku terpental beberapa meter jauhnya. Aku hanya mendengar teriakan seorang wanita yang begitu histeris dan kemudian semuanya gelap.
Kenapa aku berlari tanpa memerhatikan lampu penyeberangan? Aku berusaha mengingat dengan keras, tapi rasanya tidak ada yang muncul di benakku. Jadi, aku sudah mati? Lalu, kenapa aku bisa di sini? Aku memandang telapak tanganku dan terkejut. Sekilas telapak tanganku tampak padat, tapi kemudian mulai memudar. Aku melihat kakiku yang ternyata tidak menempel di tanah. Ada jarak beberapa inci dengan tanah. Jadi, aku ini hantu?
Tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggil namaku, Steve. Kate. Dengan lembut, aku memandang Kate. Ia tidak balas memandangku, tapi terus menatap nisan di depannya.
Ia tampak cantik saat ini. Benar-benar cantik. Entah dari mana aku mendapat keberanian, aku mendekatinya dan berjongkok di depan Kate. Ia tidak menyadari kehadiranku. Aku mengulurkan tanganku ke arahnya, mengusap beberapa tetesan air mata dari pipinya, dan mengecup bibirnya dengan begitu lembut. Rasanya lama sekali aku mencium Kate, seolah-olah tak ada hari esok lagi. Kemudian suatu kekuatan yang tak tampak, menarikku secara perlahan ke atas dan aku hanya bisa melihat Kate dari atas. Ini terakhir kalinya aku melihatnya. Aku merasa aku tidak akan bisa berkeliaran di bumi lagi.
* * *
Hari ini adalah hari spesial buatku. Hari ini adalah dua tahun peringatan kematian Steve. Sejujurnya aku masih sering merasa tidak percaya kalau Steve sudah tiada. Tapi batu nisan di depanku menjadi bukti nyata kalau Steve sudah meninggal.
Kejadian dua tahun yang lalu rasanya baru terjadi kemarin. Kami sedang berkencan saat itu di restoran bintang empat yang kulewati tadi. Restoran yang menyimpan kenangan pahitku. Mungkin itu sebabnya aku bersumpah untuk tidak pergi ke sana. Aku dan Steve bertengkar dengan begitu hebat. Apa yang kami tengkarkan saat itu, aku sudah tidak ingat, seakan-akan aku mengalami amnesia hanya di bagian malam terkutuk itu. Karena kesal, aku beranjak berdiri dari kursi dan meninggalkan restoran, membiarkan Steve yang menyebalkan sendirian di sana. Meski demikian, hati kecilku berharap ia memanggil namaku dengan lembut dan kami akan berbaikan lagi. Rupanya tidak. Aku menembus hujan lebat tanpa payung dan menyeberang jalan, kira-kira dua puluh meter jauhnya dari restoran itu.
Tiba-tiba aku mendengar Steve memanggil namaku. Aku bisa mendengarnya dengan begitu jelas meski sedang hujan deras. Aku tahu Steve akan mencariku. Ia mungkin memiliki harga diri yang tinggi dan sedikit keras kepala, tapi ia menyayangiku. Aku menoleh dan tersenyum kepadanya, tidak yakin ia melihat senyumanku, ketika mobil itu melaju dengan kencang. Jalanan begitu sepi sehingga mobil itu bisa meluncur cepat di jalan raya. Lampu penyeberangan berwarna merah dan Steve tidak melihatnya. Aku sudah tahu itu adalah saat terakhir untuk melihatnya ketika aku berteriak dengan histeris.
Seandainya saja kami tidak bertengkar saat itu. Seandainya saja aku tidak keluar dari restoran. Dan banyak seandainya yang lain yang muncul di pikiranku. Tapi yang sudah berlalu, memang seharusnya berlalu. Orang-orang bilang waktu akan menyembuhkan segalanya. Namun, sudah dua tahun kejadian itu berlalu dan aku masih belum bisa melupakan sosok Steve.
Di tengah hujan deras saat ini, aku tampak seperti seorang wanita gila yang berjongkok di depan sebuah batu nisan. Karangan bunga daffodil, bunga kesukaannya, yang kuletakkan di bawah nisan, tampak koyak tertimpa tetesan hujan yang menggila. Aku rindu Steve. Aku memanggil namanya dengan pelan berharap ia menoleh ke arahku dan tersenyum, sama seperti yang kulakukan saat ia memanggil namaku ketika kejadian itu terjadi.
Tidak ada yang terjadi. Lagipula aku tidak mengharapkan sesuatu akan terjadi. Tapi tiba-tiba saja sebuah belaian lembut menyentuh pipiku yang berlumuran air mata. Belaian lembut yang sama seperti yang pernah Steve lakukan padaku. Dan bibirku terasa hangat. Aku tahu hal ini mustahil, tapi aku merasa Steve berada di sini, di dekatku. Aku memejamkan mata dan membiarkan Steve—hantu Steve, poltergeist, atau apalah—menciumku dengan lama. Dan dari dalam pikiranku aku bisa mendengar lirik terakhir dari lagu yang seharian aku dengarkan tadi dengan jelas. Lagu favorit Steve.
Just kiss me slowly.
Iseng2 search,ketemu lagu kiss me slowly :D
Wah,saya juga fansnya parachute lho ^^
btw,ceritanya keren banget si kak, deskripsinya apalagi. Ah,saya paling nggak bisa yang beginian haha
AAAAAAAAHHHHHH.... KAU JUGA NGEFANS SAMA PARACHUTE??? WUAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!! AKHIRNYA SAYA TAK SENDIRI DI DUNIA YANG BESAR INI!
Hahaha
iya, will anderson keren banget si. Matanya mirip billie joe amrstrong :p *nggak nyambung dudul*
pokonya keren :D
iya matanya will itu sangat membius
Sumpah keren abis.
Saya paling suka penggambaran suasana dan tempatnya.
Aih, jadi gemes sendiri. *garuk-garuk tembok*
Kalo dibilang "gagal bikin romantis" ya memang benar, karena ini ceritanya sedih. :'(
Numpang komen di post-an lama.
Aiihh... bagusnya ni cerita. Awalnya rada bingung alurnya, akhirnya ngeh juga. Dua2nya melakonkan "aku".
huhu.. saya nangis bacanya.
Kiss Me Slowly, NICE :')
Aq gak bisa, gak bisa kasih point sedikit ><
so sweet mas, kereen!
ini adalah crita kedua yg aku baca. dan aku suka semuanya..bgitu mndetail dlm penulisanny mskipun trlalu pndek mnurut ku :)
Cerita recomended by lavender http://www.kners.com/showpost.php?p=22627&postcount=19
Ternyata hantunya pun pelupa bahwa dia telah meninggal... :D
Selamat dansou... cerita indah.
Makasih banyak m(_ _)m ^^
Saya ketipu lagi
Ahahahah :DDDDD
deskripsinya bagus, tapi rada bingung alurnya
tp pas endingnya, lagi ngeh temanya nd alurnya
nice
oh ya? :3 btw, thanks for pasing by xen :D
keren...
sampe aku sendiri nangis
aneh y?
ahahaha... thank you :D
sweet but bikin terharu..sdih ditinggal seorang yg paling berharga
thank you so much 4 reading, xin :)
bagus sekali
Thank you so much
kenapa harus sad ending??~nangis bombay~hiks,sedih kalo baca sad ending~ya iy lah,masa seneng :))~
saia kasih perfect deh :d
kenapa sad ending? jawabannya ialah supaya ceritanya berkesan. thank you so much
Sempurna, hampir saja! Ini genre cerita favoritku kedua setelah roman-fantasy.
Seharusnya aku memberimu nilai sepuluh jika saja kesalahan ketik "tanngal" dan paragraf berikut tidak kamu jorpkkan ke dalam seperti pragraf lainnya : Ketika aku berusaha mengingat dengan keras, seorang gadis remaja yang baru keluar dari butik Prada di pusat Manhattan lewat di depanku. Ia berlindung di bawah payung hitam dan melangkah cepat-cepat. Rambutnya coklat bergelombang menari mengikuti langkahnya yang cepat. Setelah ia masuk ke dalam mobil limo yang terparkir di tepi jalan, otakku seperti tersetrum. Aku ingat sekarang.
-_______- ternyata masih ada typonya. kenapa nggak ada yang ngasih tau saya, sih? thank kak. akan segera saya edit
jiah....
saya baca cerita km jadi inget ama
cerita yang aq buat, tapi emang blom saya posting seh
agak2 mirip seh...
tapi knp ending mesti kayak gt?
o ya? Bagian mana yg mirip? Dipost dong. Kalo gitu, endingnya gimana harusnya?
.
Thanks 4 reading
Kak Dansouu!!! ckckck.. Jahatnya kakak ini, membuat adik kelasmu menangis! huhuhu.. Aku kasih nilai perfect deh!
Hahaha. Cup... Cup... Liza jangan nangis ya *kasih sapu tangan*. Makasih banyak Liza
huhuhu.. iya, kak dansou. makasih..! :D *pulang dgn membawa sapu tangan bwt dicuci! :D
aku benci kamu dansouuuuu.
kenapa sad ending?? aaaa kesel n mencak2 sendiri krn uda terseret arus airmata hikz.
ndak kok .. aku suka ma tulisan dansou, terutama sejak aku baca cermim nya yg morpheus itu.
Lav - rekomendasimu emang keren.
btw dansou - dansou - dansouuuuu ... mau ikutan kolab eternity tak??
hihihi... makasih kak cat. saya seneng juga ^^
.
kalo nggak sad ending, nggak nendang dong. Masa saya bikin Steve nya idup lagi?
.
kolab? saya mau!!!! Huhuhuhu T_T. ternyata ada yang mau ngajakin saya kolab. ceritanya tentang apa? semoga saya bisa menulis dengan baik
tentang cerita cinta tragis TT^TT
baca saja dari sini
http://id.kemudian.com/node/251807
.
yak, saya siap menunggu lanjutan Eternity punyamu :B
apaah? *zoom in* *zoom out* loh, saya jadi nggak yakin T_T. oke entar saya buka, kalo ada inspirasi lewat saya gabung gitu ya
.
cinta tragis? hem... hem... saya aja nggak ngerti cinta itu apa. kasihan deh hidup saya
Dansou kalau bergabung dalam kolab ini ndak boleh kaburkaburan lhoooo.
Coba baca dulu dari 1 ampe 7. Kalo berminat kabari yah.
Fb ku catzlink tristan.
Ynm ku catzlink
Part 7 bakal dilanjutkan ma sun flower
Part 8 aku
Part 9 lav
Part 10 baru estafeter baru yaitu kamu.
Dansou kalau bergabung dalam kolab ini ndak boleh kaburkaburan lhoooo.
Coba baca dulu dari 1 ampe 7. Kalo berminat kabari yah.
Fb ku catzlink tristan.
Ynm ku catzlink
Part 7 bakal dilanjutkan ma sun flower
Part 8 aku
Part 9 lav
Part 10 baru estafeter baru yaitu kamu.
(=3=) saya seperti makan buah simalakama nih. Hihihi. Baiklah saya coba buka2 dulu ya kak Cat. Tapi temen2 yang lain kenapa yang jago2? Saya jadi minder *mojok*
kak cat YM saya diaccept ya
gak nyangka endingnya tyt spt itu. kaget,terharu, jd berkaca2...
rasanya aq jd ikut stengah tdk waras *abaikan*
it's a nice story. like it...
ah, makasih banyak udah baca. saya senang karena bisa membuatmu terharu *loh
hikz..mengingatkan pada seseorang..
but overall bagus bgt ceritanya,,
manis..semanis gulali..
tak kasih rate full
:)
Makasih banyak
Aku bisa merasakan apa yg dirasakan si Kate. Cerita romantis pertama yg sukses. Selamat ^__^
makasih banyak ^^
aku... terlena oleh deksripsinya >.<
ini baru pertama kali? manis banget *iri* hehehe..
gud lack untuk cerpen romantis berikutnya ya ^^
makasih banyak udah baca ^^
wah wah, romantis banget ceritanyaa...
*berkaca kaca*
keren banget caranya menggambarkan situasi dan setting tempat..
harus banyak belajar nih :D
makasih banyak T_T *terharu*
Kukasih nilai full karena kamu menulis cerita romantis, aku paling suka soalnya. dan alasan lain karena ini pertama kali kamu bikin cerita romance, woow... berarti yang kedua bakal lebih dahsyat ya.. hehe.. aku sudah cerpen yang sad ending, karena kesannya jadi tertinggal lama.. membekas. dan ceritanya sweet... ^^ aku juga suka settingnya, nice lar ^^
Seperti biasa, komen2mu selalu manis, Saddie *peluk*. Makasih banyak. Ah, mana karya2mu? Saya masih tunggu cerita detektif lagi