EL NINO
sinar mentari menjalar
pada panas lidah api nan nyalang
berkobar
membakar renta pepohonan
daun-daun terpelanting
dicampakkan ranting
tiada bersisa tetes air dari guci terakhir
: “aku haus ….”
kutunggu suhu malam terdingin, namun
tetes embun bahkan enggan gugur
hanya gelisah angin terjungkir
mengingkari batas musim
penantian tetap tak berujung pada kisi
hati nan lelah
--duhai langit, menangislah ….
Agats – Asmat, 16 Oktober 2015
Ketika musim terkesan enggan berganti gililiran, kita adalan manusia yang hanya bisa memanjatkan doa, pada Tuhannya...
Makasih mba... (^_^)..
Emang gue fikirin kata Kepala Daerah mbak
Om Pino he he he
El Nino...
Kesengsaraan karena kemarau berkepanjangan. Keren puisinya, mbak.
*berharap hujan cepat turun untuk meredakan kabut asap*
Benar, sementara tunggu hujan turun resah sekali ....
:)
bagus. Aku suka lirikmu tentang daun terpelanting.
Hello, selamat sore. Terima kasih untuk suka ....
saya suka ini :)
Hai, apa kabar? Lama tak jumpa. Senang dirimu hadir ....